Wednesday, 31 December 2014

[ INSTAGRAM ] 28 DECEMBER TO 31 DECEMBER 2014

Instagram

2 DAN 3 [ Saya tidak menunggu dan menginginkan untuk ujian selanjutnya, tapi saya harus siap untuk itu. Saya tidak bodoh karena saya sudah banyak belajar (ikhlas) dari ujian SEBELUMNYA, makanya ujian hari ini saya bisa senyum. 23 tahun saya sudah belajar, saya pikir itu sudah cukup untuk tidak menjadi bodoh menjawab soal-soal ujian ]

2 AND 3 [ I am not waiting and wishing about the next exams, but I have to be ready for it. I am not foolish, I learned (sincerity) a lot from the LAST exam, thus I could smile for exam today. I have learned about 23 years and I think that's enough to not be foolish in answering the exam questions ]


Wednesday, 17 December 2014

Partikel


"Bagai seorang avatar, dia adalah perajut dan interkoneksi kami semua, setelah kami terhubung dan bergantung satu sama lain, mungkin dia merasa tugasnya sudah selesai dan berfikir jaringan ini akan tetap ada" (delfi's blog)

Memang itu benar, mereka sebuah molekul yang kehilangan satu partikel dan tidak bisa kembali utuh, utuh untuk terlengkapi menjadi sebuah kesatuan yang sempurna. Kehilangan itu membuat partikel lainnya (yang tidak kalah perannya) menjadi rapuh satu sama lain. Togetherness was more than happiness, mungkin kalimat itu memang agak norak, tapi bagi mereka itu keren. Kalimat itu melampaui batas imajinasi kesenangan. Kalimat itu bukti kalau mereka pernah menjadi sekumpulan partikel yang sempurna. Apa jadinya kalau memang kalimat itu pada akhirnya akan menjadi norak untuk digunakan? Bagaimana kalau kalimat itu memang sudah tidak bisa digunakan dimasa berikutnya? Apakah memang sedang terjadi sesuatu? Masih bertanyakah dirinya apa yang sedang terjadi?

Saturday, 13 December 2014

Dia Lebih Baik Teridur

Malam itu berbeda bagi dia, saat ini dia masih terus merasakan kehangatan malam itu. Dia disentuh dengan hangat, dia menutup mata membiarkan akal dan perasaannya yang merasakan semuanya. Dimensinya berubah seperti sesuatu yang tidak nyata, wajahnya tersentuh oleh garis garis kulit telapak tangan yang sangat jelas terasa. Desahan nafas seolah bagaikan tiupan angin dipadang hijau disertai guguran daun, sungguh terasa angin nafas itu, menusuk hingga ubun ubun dan membuat dirinya hanya bisa terdiam, termenung dalam kegelapan cahaya. Matanya tetap tertutup seolah olah dia masih tertidur dengan lelap menikmati semua sentuhan itu.

Dia hanya diam, tetap menutup matanya, dia takut kalau ternyata ketika dia membuka matanya, terbangun, dan seketika sadar kalau semua itu hanya sebuah imajinasi tidur yang disebut mimpi.
“Buka, tidak, buka tidak”, batinnya terus bertanya. Disatu sisi dia ingin mengetahui apakah ini memang sebuah kenyataan, kenyataan kalau dia begitu dekat dengan orang yang dikagumi. Jemari itu sungguh nyata menyentuh tiap inci mukanya, seakan akan signature dari jari itu sudah sangat bersahabat dengan tubuhnya.